This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 31 Maret 2011

PENYAKIT - PENYAKIT AKIBAT PERGAULAN SEX BEBAS

  Kita ketahui kehidupan sex di jaman ini semakin bebas.bahkan anak pelajarg masih sangat di bawah umur sudah banyak yang melakukannya.
Disini aku mau share ilmu tentang penyakit-penyakit akibat seks bebas.

Macam2 penyakit kelamin diantaranya:
GONORRHEA & CHLAMYDIA



* Disebabkan oleh bakteri. Infeksi dimulai beberapa hari sampai beberapa minggu setelah hubungan    intim dengan orang yang terjangkit penyakit ini.
* Pada pria, penyakit ini menyebabkan keluarnya cairan dari kemaluan pria.
* Buang air kecil dapat terasa sakit. Gejala-gejala ini dapat terasa berat atau tidak terasa sama sekali.
* Gejala-gejala gonorrhea pada wanita biasanya sangat ringan atau tidak terasa sama sekali, tetapi kalau tidak diobati penyakit ini dapat menjadi parah dan menyebabkan kemandulan.
* Penyakit ini dapat disembuhkan dengan antibiotik bila ditangani secara dini.

HERPES



* Disebabkan oleh virus, dapat diobati tetapi tidak dapat disembuhkan.
* Gejala timbul antara 3 sampai 10 hari setelah berhubungan intim dengan penderita penyakit ini.
* Gejala awal muncul seperti lecet yang kemudian terbuka menjadi lubang kecil dan berair.
* Dalam 5 sampai 10 hari gejala hilang.
* Virus menetap dalam tubuh dan dapat timbul lagi sesuatu saat, dan kadang-kadang sering.
* Wanita kerap kali tidak sadar bahwa ia menderita herpes akrena lecet terjadi di dalam vagina.

INFEKSI JAMUR

* Disebabkan oleh jamur.
* Menyebabkan kegatalan berwarna merah di bawah kulit pria yang tidak disunat.
* Pada wanita akan ke luar cairan putih kental yang menyebabkan rasa gatal.
* Dapat disembuhkan dengan krim anti jamur.

SYPHILIS


* Disebabkan oleh bakteria. Lesi muncul antara 3 minggu sampai 3 bulan setelah berhubungan intim dengan penderita penyakit ini.
* Luka terlihat seperti lubang pada kulit dengan tepi yang lebih tinggi. Pada umumnya tidak terasa sakit.
* Luka akan hilang setelah beberapa minggu, tetapi virus akan menetap pada tubuh dan penyakit dapat muncul berupa lecet-lecet pada seluruh tubuh Lecet-lecet ini akan hilang juga, dan virus akan menyerang bagiantubuh lain.
* Syphilis dapat disembuhkan pada tiap tahapan dengan penicillin.
* Pada wanita lesi dapat tersembunyi pada vagina.

VAGINISTIS

* Infeksi pada vagina yang biasanya menyebabkan keluarnya. cairan dari vagina yang berbau dan menimbulkan ketidak nyaman.
* Disebabkan oleh berbagai jenis bakteri (bakteri gonorrhea, chlamydia) atau jamur.
* Juga dapat disebabkan oleh berbagai bakteri tidak berbahaya yang memang menetap pada vagina.
* Dapat diselidiki dengan meneliti cairan vagina tersebut dengan mikroskop.
* Pada umumnya dapat disembuhkan dengan obat yang tepat sesuai dengan penyebabnya.

BISUL PADA ALAT KELAMIN

* Disebabkan oleh virus (Virus Human Papilloma atau HPV).
* Muncul berupa satu atau banyak bisul atau benjolan antara sebulan sampai setahun setelah berhubungan intim dengan penderita penyakit tersebut.
* Pada umumnya tidak dapat terlihat pada wanita karena terletak di dalam vagina, atau pada pria karena terlalu kecil. Dapat diuji dengan lapisan cuka.
* Dapat berakibat serius pada wanita karena dapat menyebabkan kanker cervix.
* Bisul pada kelamin ini dapat disembuhkan, wanita harus menjalankan pap smear setiap kali berganti pasangan intim.

KUTU KELAMIN

Sangat kecil (lebih kecil atau sama dengan 1/8 inch), berwana kelabu kecoklatan, menetap pada rambut kemaluan.Dapat disembuhkan dengan obat cair yang digosokkan pada rambut kelamin.

KUTU DI BAWAH KULIT

* Mirip dengan kutu kelamin, tetapi ukurannya lebih kecil dan menetap di bawah kulit.
* Menyebabkan luka-luka kecil dan gatal di seluruh tubuh.
* Diobati dengan obat cair yang diusapkan ke seluruh tubuh.
* Pakaian, seprei dan handuk harus dicuci setelah pengobatan, karena kutu dapat menetap pada kain-kain terebut.

AIDS (ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME)/HIV DISEASE

* Penyakit akibat hubungan intim yang paling serius, menyebabkan tidak bekerjanya sistim kekebalan tubuh.
* Tidak ada gejala yang nyata tanpa penelitian darah.
* Dapat menyebabkan kematian setelah sepuluh tahun setelah terinfeksi virus HIV, tetapi pengobatan telah ditemukan.
* Disebarkan melalui hubungan intim [berciuman, making love], hubungan dengan lendir penderita dan pemakaian jarum suntik secara bersamaan.

  Janganlah menjerumuskan diri sendiri kedalam lembah yang sangat merugikan diri kita, gunakanlah masa hidupmu dengan baik, isilah dengan kegiatan yang positif dan bisa berguna bagi orang lain tentu ini sangat membanggakan diri kita sendiri .





                                                                                                   oleh :robert tailor

Rabu, 30 Maret 2011

DAMPAK PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA TERHADAP REMAJA

  Sebagai peralihan dari masa anak menuju ke masa dewasa, masa remaja merupakan masa yang penuh dengan kesulitan dan gejola, baik bagi remaja sendiri maupun bagi orang tuanya. Seringkali karena ketidaktahuan dari orang tua mengenai keadaan masa remaja tersebut ternyata mampu menimbulkan bentrokan dan kesalahpahaman antara remaja dengan orang tua yakni dalam keluarga atau remaja dengan lingkungannya .
  Hal tersebut di atas tentunya tidak membantu si remaja untuk melewati masa ini dengan wajar, sehingga berakibat terjadinya berbagai macam gangguan tingkah laku seperti penyalahgunaan zat, atau kenakalan remaja atau gangguan mental lainnya. Orang tua seringkali dibuat bingung atau tidak berdaya dalam menghadapi perkembangan anak remajanya dan ini menambah parahnya gangguan yang diderita oleh anak remajanya.
  Untuk menghindari hal tersebut dan mampu menentukan sikap yang wajar dalam menghadapi anak remaja, kita sekalian diharapkan memahami perkembangan remajanya beserta ciri-ciri khas yang terdapat pada masa perkembangan tersebut. Dengan ini diharapkan bahwa kita (yang telah dewasa) agar memahami atas perubahan-perubahan yang terjadi pada diri anak dan remaja pada saat ia memasuki masa remajanya. Begitu pula dengan memahami dan membina anak/remaja agar menjadi individu yang sehat dalam segi kejiwaan serta mencegah bentuk kenakalan remaja perlu memahami proses tumbuh kembangnya dari anak sampai dewasa.
 
  Beberapa Ciri Khas Masa Remaja• Perubahan peranan
Perubahan dari masa anak ke masa remaja membawa perubahan pada diri seorang individu. Kalau pada masa anak ia berperan sebagai seorang individu yang bertingkah laku dan beraksi yang cenderung selalu bergantung dan dilindungi, maka pada masa remaja ia diharapkan untuk mampu berdiri sendiri dan ia pun berkeinginan mandiri. Akan tetapi sebenarnya ia masih membutuhkan perlindungan dan tempat bergantung dari orang tuanya. Pertentangan antara keinginan untuk bersikap sebagai individu yang mampu berdiri sendiri dengan keinginan untuk tetap bergantung dan dilindungi, akan menimbulkan konflik pada diri remaja. Akibat konflik ini, dalam diri remaja timbul kegelisahan dan kecemasan yang akan mewarnai sikap dan tingkah lakunya. Ia menjadi mudah sekali tersinggung, marah, kecewa dan putus asa.
• Daya fantasi yang berlebihan
Keterbatasan kemampuan yang ada pada diri remaja menyebabkan ia tidak selalu mampu untuk memenuhi berbagai macam dorongan kebutuhan dirinya.
Ikatan kelompok yang kuat
Ketidakmampuan remaja dalam menyalurkan segala keinginan dirinya menyebabkan timbulnya dorongan yang kuat untuk berkelompok. Dalam kelompok, segala kekuatan dirinya seolah-olah dihimpun sehingga menjadi sesuatu kekuatan yang besar. Remaja akan merasa lebih aman dan terlindungi apabila ia berada di tengah-tengah kelompoknya. Oleh karena itu ia berusaha keras untuk dapat diakui oleh kelompoknya dengan cara menyamakan dirinya dengan segala sesuatu yang ada dalam kelompoknya. Rasa setia kawan terjalin dengan erat dan kadang-kadang menjurus ke arah tindakan yang membabi buta.
 • Krisis identitas
Tujuan akhir dari suatu perkembangan remaja adalah terbentuknya identitas diri. Dengan terbentuknya identitas diri, seorang individu sudah dapat memberi jawaban terhadap pertanyaan: siapakah, apakah saya mampu dan dimanakah tempat saya berperan. Ia telah dapat memahami dirinya sendiri, kemampuan dan kelamahan dirinya serta peranan dirinya dalam lingkungannya. Sebelum identitas diri terbentuk, pada umumnya akan terjadi suatu krisis identitas. Setiap remaja harus mampu melewati krisisnya dan menemukan jatidirinya.

  Berbagai Motivasi Dalam Penyalahgunaan Obat
  • Motivasi dalam penyalahgunaan zat dan narkotika ternyata menyangkut motivasi yang berhubungan dengan keadaan individu (motivasi individual) yang mengenai aspek fisik, emosional, mental-intelektual dan interpersonal.
  • Di samping adanya motivasi individu yang menimbulkan suatu tindakan penyalahgunaan zat, masih ada faktor lain yang mempunyai hubungan erat dengan kondisi penyalahgunaan zat yaitu faktor sosiokultural seperti di bawah ini; dan ini merupakan suasana hati menekan yang mendalam dalam diri remaja; antara lain :
1 . Perpecahan unit keluarga misalnya perceraian, keluarga yang berpindah-pindah, orang tua yang tidak   ada/jarang di rumah dan sebagainya .
2 . Pengaruh media massa misalnya iklan mengenai obat-obatan dan zat .
3 . Perubahan teknologi yang cepat .
4 . Kaburnya nilai-nilai dan sistem agama serta mencairnya standar moral; ( hal ini berarti perlu pembinaan Budi Pekerti – Akhlaq ) .
5 . Meningkatnya waktu menganggur .
6 . Ketidakseimbangan keadaan ekonomi misalnya kemiskinan, perbedaan ekonomi etno-rasial, kemewahan yang membosankan dan sebagainya .
7 . Menjadi manusia untuk orang lain .

  Adanya faktor-faktor sosial kultural seperti yang dikemukakan di atas akan mempengaruhi kehidupan manusia dan dapat menimbulkan motivasi tertentu untuk mamakai zat. Pengaruh ini akan terasa lebih jelas pada golongan usia remaja, karena ditinjau dari sudut perkembangan, remaja merupakan individu yang sangat peka terhadap berbagai pengaruh, baik dari dalam diri maupun dari luar dirinya atau lingkungan.

  Upaya Pencegahan Masalah Penyalahgunaan Zat
  Karakteristik psikologis yang khas pada remaja merupakan faktor yang memudahkan terjadinya tindakan penyalahgunaan zat .  Namun demikian, untuk terjadinya hal tersebut masih ada faktor lain yang memainkan peranan penting yaitu faktor lingkungan si pemakai zat. Faktor lingkungan tersebut memberikan pengaruh pada remaja dan mencetuskan timbulnya motivasi untuk menyalahgunakan zat. Dengan kata lain, timbulnya masalah penyalahgunaan zat dicetuskan oleh adanya interaksi antara pengaruh lingkungan dan kondisi psikologis remaja.
  Di dalam upaya pencegahan, tindakan yang dijalankan dapat diarahkan pada dua sasaran proses. Pertama diarahkan pada upaya untuk menghindarkan remaja dari lingkungan yang tidak baik dan diarahkan ke suatu lingkungan yang lebih membantu proses perkembangan jiwa remaja. Upaya kedua adalah membantu remaja dalam mengembangkan dirinya dengan baik dan mencapai tujuan yang diharapkan (suatu proses pendampingan kepada si remaja, selain: pengaruh lingkungan pergaulan di luar selain rumah dan sekolah).
  Jadi remaja sebenarnya berada dalam 3 (tiga) pengaruh yang sama kuat, yakni sekolah (guru), lingkungan pergaulan dan rumah (orang tua dan keluarga); serta ada 2 buah proses yakni menghindar dari lingkungan luar yang jelek, dan proses dalam diri si remaja untuk mandiri dan menemukan jati dirinya.
  Dalam rangka membimbing dan mengarahkan perkembangan remaja, tindakan yang harus dan dapat dilakukan, secara garis besar akan diuraikan di bawah ini:  1 . Sikap dan tingkah laku
Tujuan dari suatu perkembangan remaja secara umum adalah merubah sikap dan tingkah lakunya, dari cara yang kekanak-kanakan menjadi cara yang lebih dewasa. Sikap kekanak-kanakan seperti mementingkan diri sendiri (egosentrik), selalu menggantungkan diri pada orang lain, menginginkan pemuasan segera, dan tidak mampu mengontrol perbuatannya, harus diubah menjadi mampu memperhatikan orang lain, berdiri sendiri, menyesuaikan keinginan dengan kenyataan yang ada dan mengontrol perbuatannya sehingga tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Untuk itu dibutuhkan perhatian dan bimbingan dari pihak orang tua. Orang tua harus mampu untuk memberi perhatian, memberikan kesempatan untuk remaja mencoba kemampuannya. Berikan penghargaan dan hindarkan kritik dan celaan .

  2 . Emosional .
Untuk mendapatkan kebebasan emosional, remaja mencoba merenggangkan hubungan emosionalnya dengan orang tua; ia harus dilatih dan belajar untuk memilih dan menentukan keputusannya sendiri. Usaha ini biasanya disertai tingkah laku memberontak atau membangkang. Dalam hal ini diharapkan pengertian orang tua untuk tidak melakukan tindakan yang bersifat menindas, akan tetapi berusaha membimbingnya secara bertahap. Udahakan jangan menciptakan suasana lingkungan yang lain, yang kadang-kadang menjerumuskannya. Anak menjadi nakal, pemberontak dan malah mempergunakan narkotika (menyalahgunakan obat).

  3 . Mental – intelektual .

Dalam perkembangannya mental – intelektual diharapkan remaja dapat menerima emosionalnya dengan memahami mengenai kelebihan dan kekurangan dirinya. Dengan begitu ia dapat membedakan antara cita-cita dan angan-angan dengan kenyataan sesungguhnya. Pada mulanya daya pikir remaja banyak dipengaruhi oleh fantasi, sejalan dengan meningkatnya kemampuan berpikir secara abstrak. Pikiran yang abstrak ini seringkali tidak sesuai dengan kenyataan yang ada dan dapat menimbulkan kekecewaan dan keputusasaan. Untuk mengatasi hal ini dibutuhkan bantuan orang tua dalam menumbuhkan pemahaman diri tentang kemampuan yang dimilikinya berdasarkan kemampuan yang dimilikinya tersebut. Jangan membebani remaja dengan berbagai macam harapan dan angan-angan yang kemungkinan sulit untuk dicapai.

  4. Sosial .
Untuk mencapai tujuan perkembangan, remaja harus belajar bergaul dengan semua orang, baik teman sebaya atau tidak sebaya, maupun yang sejenis atau berlainan jenis. Adanya hambatan dalam hal ini dapat menyebabkan ia memilih satu lingkungan pergaulan saja misalnya suatu kelompok tertentu dan ini dapat menjurus ke tindakan penyalahgunaan zat. Sebagaimana kita ketahui bahwa ciri khas remaja adalah adanya ikatan yang erat dengan kelompoknya. Hal ini menimbulkan ide, bagaimana caranya agar remaja memiliki sifat dan sikap serta rasa (Citra: disiplin dan loyalitas terhadap teman, orang tua dan cita-citanya. Selain itu juga kita sebagai orang tua dan guru, harus mampu menumbuhkan suatu Budi Pekerti/Akhlaq yang luhur dan mulia suatu keberanian untuk berbuat yang mulia dan menolong orang lain dan menjadi teladan yang baik .

  5 . Pembentukan identitas diri .
Akhir daripada suatu perkembangan remaja adalah pembentukan identitas diri. Pada saat ini segala norma dan nilai sebelumnya merupakan sesuatu yang datang dari luar dirinya dan harus dipatuhi agar tidak mendapat hukuman, berubah menjadi suatu bagian dari dirinya dan merupakan pegangan atau falsafah hidup yang menjadi pengendali bagi dirinya. Untuk mendapatkan nilai dan norma tersebut diperlukan tokoh identifikasi yang menurut penilaian remaja cukup di dalam kehidupannya. Orang tua memegang peranan penting dalam preoses identifikasi ini, karena mereka dapat membantu remajanya dengan menjelaskan secara lebih mendalam mengenai peranan agama dlam kehidupan dewasa, sehingga penyadaran ini memberikan arti yang baru pada keyakinan agama yang telah diperolehnya. Untuk dapat menjadi tokoh identifikasi, tokoh tersebut harus menjadi kebanggaan bagi remaja. Tokoh yang dibanggakan itu dapat saja berupa orang tua sendiri atau tokoh lain dalam masyarakat, baik yang masih ada maupun yang hanya berasal dari sejarah atau cerita.

  Sebagai ikhtisar dari apa yang dapat dilakukan orang tua dan guru dalam upaya pencegahan, dapat dikemukakan sebagai berikut :

  • ­ Memahami sikap dan tingkah laku remaja dan menghadapinya dengan penuh kasih sayang dan kesabaran .

  • ­ Memberikan perhatian yang cukup baik dalam segi material, emosional, intelektual, dan sosial.

  • ­ Memberikan kebebasan dan keteraturan serta secara bersamaan pengarahan terhadap sikap, perasaan dan pendapat remaja .

  • Menciptakan suasana rumah tangga/keluarga yang harmonis, intim, dan penuh kehangatan bagi remaja .

  • ­ Memberikan penghargaan yang layak terhadap pendapat dan prestasi yang baik.

  • ­ Memberikan teladan yang baik kepada remaja tentang apa yang baik bagi remaja .

  • ­ Tidak mengharapkan remaja melakukan sesuatu yang ia tidak mampu atau orang tua tidak melaksanakannya ( panutan dan keteladanan ) .
  Apa yang dikemukakan di atas hanyalah merupakan petikan secara umum dan dalam penerapannya harus disesuaikan dengan kondisi yang ada pada diri remaja maupun orang tua dan guru. Dengan begitu maka setiap orang tua dan guru harus mampu untuk menafsirkan apa yang dimaksud dan menerapkannya sesuai dengan apa yang diharapkan.Yang paling penting adalah pengenalan diri sendiri dari pihak orang tua sebelum mereka mengharapkan remajanya mengenal dirinya. Dengan kata lain, apa yang diharapkan dari remaja harus dapat dilaksanakan terlebih dahulu oleh orang tua dan guru .

oleh : Yanen Dwimukti Wibowo .

DAMPAK PSIKIS PERNIKAHAN DINI


  Dalam sebuah dialog antar remaja dengan psikolog yang disiarkan secara langsung oleh salah satu stasiun radio swasta di Jakarta beberapa waktu lalu, seorang remaja laki-laki usia 19 tahun bercerita kepada penyiarnya: “Saya terpaksa menikah karena terlanjur melakukan hubungan intim hingga pacar saya hamil.” Lalu, “Apa yang terjadi setelah menikah?” tanya sang penyiar tadi. “Dunia berubah 180 derajat. Dari bangun sembarangan harus berangkat pagi untuk bekerja. Belum lagi, siang malam anak saya menangis, hingga kami tidak bisa tidur barang sekejap pun.”

  Dari cerita ini bisa tergambar bagaimana sibuknya seorang remaja menata dunia yang baginya sangat baru dan sebenarnya ia belum siap menerima perubahan ini. Positifnya, ia mencoba bertanggung jawab atas hasil perbuatan yang dilakukan bersama pacarnya. Hanya satu persoalannya, pernikahan usia dini sering berbuntut perceraian. Mampukah remaja itu bertahan?
  Ambil contoh pernikahan pasangan artis Wulan Guritno dengan Attarik Syah. Keduanya menikah pada usia di bawah 20 tahun. Pada tahun-tahun pertama meski sudah memiliki anak, keduanya mencoba terus bertahan dan menampilkan sosok pasangan cukup bahagia. Namun pertahanan itu jebol juga. Perceraian tak dapat ditolak, pertengkaran pun masih berbuntut panjang meski hakim telah memberikan surat bukti cerai.
  Ada apa dengan cinta? Mengapa pernikahan yang umumnya dilandasi rasa cinta bisa berdampak buruk, bila dilakukan oleh remaja? Pernikahan dini atau menikah dalam usia muda, menurut Edi Nur Hasmi, psikolog yang juga Direktur Remaja dan Kesehatan Reproduksi BKKBN, memiliki dua dampak cukup berat. “Dari segi fisik, remaja itu belum kuat, tulang panggulnya masih terlalu kecil sehingga bisa membahayakan proses persalinan. Oleh karena itu pemerintah mendorong masa hamil sebaiknya dilakukan pada usia 20 – 30 tahun. Dari segi mental pun, emosi remaja belum stabil.”
  Kestabilan emosi umumnya terjadi pada usia 24 tahun, karena pada saat itulah orang mulai memasuki usia dewasa. Masa remaja, ungkap Edi, boleh dibilang baru berhenti pada usia 19 tahun. Dan pada usia 20 – 24 tahun dalam psikologi, dikatakan sebagai usia dewasa muda atau lead edolesen. Pada masa ini, biasanya mulai timbul transisi dari gejolak remaja ke masa dewasa yang lebih stabil. Maka, kalau pernikahan dilakukan di bawah 20 tahun secara emosi si remaja masih ingin bertualang menemukan jati dirinya.
“Bayangkan kalau orang seperti itu menikah, ada anak, si istri harus melayani suami dan suami tidak bisa ke mana-mana karena harus bekerja untuk belajar tanggung jawab terhadap masa depan keluarga. Ini yang menyebabkan gejolak dalam rumah tangga sehingga terjadi perceraian, pisah rumah, bahkan bisa mengalami depresi berat,” jelasnya.
  Depresi berat atau neoritis depresi akibat pernikahan dini ini, bisa terjadi pada kondisi kepribadian yang berbeda. Pada pribadi introvert (tertutup) akan membuat si remaja menarik diri dari pergaulan. Dia menjadi pendiam, tidak mau bergaul, bahkan menjadi seorang yang schizoprenia atau dalam bahasa awam yang dikenal orang adalah gila. Sedang depresi berat pada pribadi ekstrovert (terbuka) sejak kecil, si remaja terdorong melakukan hal-hal aneh untuk melampiaskan amarahnya. Seperti, perang piring, anak dicekik dan sebagainya. Dengan kata lain, secara psikologis kedua bentuk depresi sama-sama berbahaya.
“Dalam pernikahan dini sulit membedakan apakah remaja laki-laki atau remaja perempuan yang biasanya mudah mengendalikan emosi. Situasi emosi mereka jelas labil, sulit kembali pada situasi normal,” jelas psikolog yang rajin meneliti kehidupan remaja melalui program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) yang dibina BKKBN.
“Sebaiknya, sebelum ada masalah lebih baik diberi prevensi daripada mereka diberi arahan setelah menemukan masalah. Biasanya orang mulai menemukan masalah kalau dia punya anak. Begitu punya anak, berubah 100 persen. Kalau berdua tanpa anak, mereka masih bisa enjoy, apalagi kalau keduanya berasal dari keluarga cukup mampu, keduanya masih bisa menikmati masa remaja dengan bersenang-senang meski terikat dalam tali pernikahan,”
  Usia masih terlalu muda, banyak keputusan yang diambil berdasar emosi atau mungkin mengatasnamakan cinta yang membuat mereka salah dalam bertindak. Meski tak terjadi Maried By Accident (MBA) atau menikah karena “kecelakaan”, kehidupan pernikahan pasti berpengaruh besar pada remaja. Oleh karena itu, setelah dinikahkan remaja tersebut jangan dilepas begitu saja.
Pada dasarnya, rumah tangga dibangun atas komitmen bersama dan merupakan pertemuan dua pribadi berbeda. Kalau keduanya bisa saling merubah, itu hanya akan terjadi kalau dua-duanya sama-sama dewasa.  Namun, hal ini sulit dilakukan pada pernikahan usia remaja. Pada tahap awal, mungkin wanitanya bisa berubah, tapi laki-lakinya tidak. Sehingga di wanita akan merasa capek sendiri, atau juga sebaliknya. Lalu, perlukah orang ketiga untuk mendamaikan permasalahan remaja?
Terkadang, remaja memiliki ambisi pribadi untuk mempertanggungkan hasil perbuatannya dan akan mudah tersinggung bila orang lain ikut campur dalam kehidupannya. Bahkan orangtua terkadang hanya bisa geleng kepala, melihat tingkah remaja yang tidak mempan diberi nasihat dalam bentuk apapun. Oleh karena itu, orang ketiga yang diharapkan mampu mendamaikan persolan rumah tangga remaja, tidak selalu orangtua, tetapi orang yang dituakan. Artinya, pihak ketiga itu bisa saja saudara, teman, paman ataupun kerabat lainnya.
“Semua tergantung pada tingkat kepercayaan masing-masing, bagaimana pihak ketiga itu bisa mendekati remaja dengan baik. Namun keluarga harus tetap memberi arahan, supaya remaja bisa melewati awal-awal masa kritis dengan baik,” jelas Edi seraya menambahkan, “berdasarkan pengalaman, masa permulaan kritis yang dialami pada pernikahan normal adalah lima tahun. Karena, mempertemukan perbedaan satu sama lain cukup sulit, apalagi bila hal ini dialami remaja yang memiliki emosi labil.” RW
 
 
 Dalam sebuah dialog antar remaja dengan psikolog yang disiarkan secara langsung oleh salah satu stasiun radio swasta di Jakarta beberapa waktu lalu, seorang remaja laki-laki usia 19 tahun bercerita kepada penyiarnya: “Saya terpaksa menikah karena terlanjur melakukan hubungan intim hingga pacar saya hamil.” Lalu, “Apa yang terjadi setelah menikah?” tanya sang penyiar tadi. “Dunia berubah 180 derajat. Dari bangun sembarangan harus berangkat pagi untuk bekerja. Belum lagi, siang malam anak saya menangis, hingga kami tidak bisa tidur barang sekejap pun.”

  Dari cerita ini bisa tergambar bagaimana sibuknya seorang remaja menata dunia yang baginya sangat baru dan sebenarnya ia belum siap menerima perubahan ini. Positifnya, ia mencoba bertanggung jawab atas hasil perbuatan yang dilakukan bersama pacarnya. Hanya satu persoalannya, pernikahan usia dini sering berbuntut perceraian. Mampukah remaja itu bertahan?
Ambil contoh pernikahan pasangan artis Wulan Guritno dengan Attarik Syah. Keduanya menikah pada usia di bawah 20 tahun. Pada tahun-tahun pertama meski sudah memiliki anak, keduanya mencoba terus bertahan dan menampilkan sosok pasangan cukup bahagia. Namun pertahanan itu jebol juga. Perceraian tak dapat ditolak, pertengkaran pun masih berbuntut panjang meski hakim telah memberikan surat bukti cerai.
Ada apa dengan cinta? Mengapa pernikahan yang umumnya dilandasi rasa cinta bisa berdampak buruk, bila dilakukan oleh remaja? Pernikahan dini atau menikah dalam usia muda, menurut Edi Nur Hasmi, psikolog yang juga Direktur Remaja dan Kesehatan Reproduksi BKKBN, memiliki dua dampak cukup berat. “Dari segi fisik, remaja itu belum kuat, tulang panggulnya masih terlalu kecil sehingga bisa membahayakan proses persalinan. Oleh karena itu pemerintah mendorong masa hamil sebaiknya dilakukan pada usia 20 – 30 tahun. Dari segi mental pun, emosi remaja belum stabil.”
Kestabilan emosi umumnya terjadi pada usia 24 tahun, karena pada saat itulah orang mulai memasuki usia dewasa. Masa remaja, ungkap Edi, boleh dibilang baru berhenti pada usia 19 tahun. Dan pada usia 20 – 24 tahun dalam psikologi, dikatakan sebagai usia dewasa muda atau lead edolesen. Pada masa ini, biasanya mulai timbul transisi dari gejolak remaja ke masa dewasa yang lebih stabil. Maka, kalau pernikahan dilakukan di bawah 20 tahun secara emosi si remaja masih ingin bertualang menemukan jati dirinya.
“Bayangkan kalau orang seperti itu menikah, ada anak, si istri harus melayani suami dan suami tidak bisa ke mana-mana karena harus bekerja untuk belajar tanggung jawab terhadap masa depan keluarga. Ini yang menyebabkan gejolak dalam rumah tangga sehingga terjadi perceraian, pisah rumah, bahkan bisa mengalami depresi berat,” jelasnya.
Depresi berat atau neoritis depresi akibat pernikahan dini ini, bisa terjadi pada kondisi kepribadian yang berbeda. Pada pribadi introvert (tertutup) akan membuat si remaja menarik diri dari pergaulan. Dia menjadi pendiam, tidak mau bergaul, bahkan menjadi seorang yang schizoprenia atau dalam bahasa awam yang dikenal orang adalah gila. Sedang depresi berat pada pribadi ekstrovert (terbuka) sejak kecil, si remaja terdorong melakukan hal-hal aneh untuk melampiaskan amarahnya. Seperti, perang piring, anak dicekik dan sebagainya. Dengan kata lain, secara psikologis kedua bentuk depresi sama-sama berbahaya.
“Dalam pernikahan dini sulit membedakan apakah remaja laki-laki atau remaja perempuan yang biasanya mudah mengendalikan emosi. Situasi emosi mereka jelas labil, sulit kembali pada situasi normal,” jelas psikolog yang rajin meneliti kehidupan remaja melalui program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) yang dibina BKKBN.
“Sebaiknya, sebelum ada masalah lebih baik diberi prevensi daripada mereka diberi arahan setelah menemukan masalah. Biasanya orang mulai menemukan masalah kalau dia punya anak. Begitu punya anak, berubah 100 persen. Kalau berdua tanpa anak, mereka masih bisa enjoy, apalagi kalau keduanya berasal dari keluarga cukup mampu, keduanya masih bisa menikmati masa remaja dengan bersenang-senang meski terikat dalam tali pernikahan,”
Usia masih terlalu muda, banyak keputusan yang diambil berdasar emosi atau mungkin mengatasnamakan cinta yang membuat mereka salah dalam bertindak. Meski tak terjadi Maried By Accident (MBA) atau menikah karena “kecelakaan”, kehidupan pernikahan pasti berpengaruh besar pada remaja. Oleh karena itu, setelah dinikahkan remaja tersebut jangan dilepas begitu saja.
Pada dasarnya, rumah tangga dibangun atas komitmen bersama dan merupakan pertemuan dua pribadi berbeda. Kalau keduanya bisa saling merubah, itu hanya akan terjadi kalau dua-duanya sama-sama dewasa. Namun, hal ini sulit dilakukan pada pernikahan usia remaja. Pada tahap awal, mungkin wanitanya bisa berubah, tapi laki-lakinya tidak. Sehingga di wanita akan merasa capek sendiri, atau juga sebaliknya. Lalu, perlukah orang ketiga untuk mendamaikan permasalahan remaja?
 Terkadang, remaja memiliki ambisi pribadi untuk mempertanggungkan hasil perbuatannya dan akan mudah tersinggung bila orang lain ikut campur dalam kehidupannya. Bahkan orangtua terkadang hanya bisa geleng kepala, melihat tingkah remaja yang tidak mempan diberi nasihat dalam bentuk apapun. Oleh karena itu, orang ketiga yang diharapkan mampu mendamaikan persolan rumah tangga remaja, tidak selalu orangtua, tetapi orang yang dituakan. Artinya, pihak ketiga itu bisa saja saudara, teman, paman ataupun kerabat lainnya.
“Semua tergantung pada tingkat kepercayaan masing-masing, bagaimana pihak ketiga itu bisa mendekati remaja dengan baik. Namun keluarga harus tetap memberi arahan, supaya remaja bisa melewati awal-awal masa kritis dengan baik,” jelas Edi seraya menambahkan, “berdasarkan pengalaman, masa permulaan kritis yang dialami pada pernikahan normal adalah lima tahun. Karena, mempertemukan perbedaan satu sama lain cukup sulit, apalagi bila hal ini dialami remaja yang memiliki emosi labil .
 
 







 


 

AKIBAT PERGAULAN BEBAS

Ini sich info aja buat kalian yang seneng sex bebas resiko terkena penyakit HIV/AIDS sangat besar belum lagi yang suka ganti-ganti pasangan,juga buat pemakai narkoba resikonya amat besar karena pasti pemakai narkoba suka bergantian pakai suntikan,dan ini bebebrapa tahapan HIV..

Health Organization (WHO) mengelompokkan berbagai infeksi dan kondisi AIDS dengan memperkenalkan sistem tahapan untuk pasien yang terinfeksi dengan HIV-1.
Sistem ini diperbarui pada bulan September tahun 2005. Kebanyakan kondisi ini adalah infeksi oportunistik yang dengan mudah ditangani pada orang sehat.

Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS
Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran pernafasan atas yang berulang
Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari sebulan, infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis(TBC).
Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau paru-paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator AIDS

Sumber : http://lisnaskydrivers.blogspot.com/2011/03/bahaya-sex-bebaskalo-ga-gini-akibatnya.html

SEX ATAS NAMA CINTA

 Tema cinta seakan tak pernah habis untuk dibicarakan, tak pernah lekang untuk dikisahkan, tak pernah basi untuk didiskusikan. Setiap orang berbeda-beda dalam memanifestasikan cinta. Bagi orang tua, cinta adalah kebahagiaan manakala si buah hati terlihat lucu dan pintar atau cinta adalah perlindungan dan ungkapan rasa kasih saying ketika buah hatinya terbaring sakit sehingga hilang keceriaannya. Kata orang bijak cinta orang tua kepada anak adalah cinta sejati.
Bila ia seorang erotisme, maka cinta baginya adalah berapa keping vcd porno yang telah ia tonton, berapa wanita yang telah ia kencani dan berapa banyak ia menggodanya dan melecehkannya. Mungkin ia pendukung teori Sigmund freud yang berpendapat bahwa hidup manusia digerakkan oleh id (libido) saja. Cinta tak selamanya mendatangkan kesenangan tapi juga bisa mendatangkan kesedihan, kekecewaan bahkan kebencian . Antara cinta dan kebebasan seksual sungguh berbeda, cinta itu saling menyayangi, saling menjaga, saling melindungi, saling memberi dengan batasan-batasan tegas syar’i.

Hasil Penelitian
Tahun 2005, penulis melakukan penelitian mengenai perilaku seksual remaja SMU di Surakarta. Subjek penelitian ini berjumlah 1.250 orang, berasal dari 10 SMU di Surakarta yang terdiri atas 611 subjek laki-laki dan 639 subjek perempuan.

Tabel Kelompok Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Kelompok Subjek
Jumlah Responden
%
Laki-laki
611
48,88
Perempuan
639
51,12
Total Jumlah
1.250
100,00


 Kebanyakan subjek pernah menggunakan media pornografi, pada subjek laki-laki sebanyak 497 orang (81,34%) dan subjek perempuan 181 orang (28,32%); subjek yang  mengaku tidak pernah menggunakan media pornografi pada subjek laki-laki sebanyak 114 orang (18,66%), subjek perempuan 458 orang (71,67%). Sebagian besar subjek mengaku pernah menonton film porno, pada subjek laki-laki sebanyak 403 orang (28,54%) dan subjek perempuan 111 orang (34,91%), sebagian kecil pornografi lewat foto pada subjek laki-laki 135 orang (9,56%) dan subjek perempuan 22 orang (6.92%).

Sebagian subjek laki-laki 212 orang (34,69%)mengaku kadang-kadang melakukan onani, subjek perempuan 27 orang (4,23%), dan 77 orang (12,60%) subjek laki-laki dan 9 orang (1,41%) perempuan mengaku sampai sekarang masih aktif melakukan onani.

Sebagian besar subjek mengaku sudah berpacaran. Usia pertama kali pacaran sebagian besar adalah 15-17 tahun subjek laki-laki sebanyak 246 orang (53,25%) dan subjek perempuan 272 orang (57,99%), usia 20-22 tahun sebanyak 1 orang (0,22%) pada subjek perempuan tidak ditemukan. Sebagian besar subjek mengaku pernah ganti pacar selama 1-2 kali, yaitu pada subjek laki-lakisebanyak 194 orang (41,99%) dan pada subjek perempuan sebanyak 196 orang (41,79%) .Sebagian besar subjek mengaku menjalani aktivitas pacaran 2-6 bulan, yaitu pada subjek laki-laki 171 orang (37,01%) pada subjek perempuan sebanyak 153 orang (32,62%), pada subjek laki-laki yang melakukan aktivitas pacaran kurang dari 1 bulan sebanyak 81 orang (17,53%) pada subjek perempuan sebanyak 67 orang (14,28%). Aktivitas pacaran subjek kebanyakan dilakukan di rumah sendiri yaitu pada subjek laki-laki 164 orang (23,33%), pada subjek perempuan sebanyak 37 orang (5,23%).

Subjek yang melakukan hubungan seksual dari 462 subjek laki-laki yang berpacaran ditemukan 139 orang (30,09%), yang mengaku telah melakukan hubungan seksual dari 469 subjek perempuan yang berpacaran ditemukan 25 orang (5,33%). Alasan mereka melakukan hubungan seksual sebagai bukti rasa cinta pada subjek laki-laki 57 orang (38,51%), sedangkan pada subjek perempuan 6 orang (24%); dengan alasan diperkosa atau dipaksa pada subjek laki-laki 4 orang (2,70%) pada subjek perempuan 2 orang (8%).

 Usia subjek pertama kali melakukan hubungan seksual adalah 15-17 tahun yaitu pada laki-laki sebanyak 60 orang (43,16%) pada subjek perempuan 12 orang (48%). Hubungan seksual kebanyakan dilakukan bersama dengan pacarnya, pada subjek laki- laki 105 orang (53,29%) sedangkan pada subjek perempuan 21 orang (84%).

 Setelah melakukan hubungan seksual kebanyakan subjek merasa puas atau nikmat, pada subjek laki-laki 61 orang (43,88%), sedangkan pada subjek perempuan 3 orang (12%). Kebanyakan subjek berpendapat melakukan hubungan seksual adalah berdosa: pada subjek laki-laki 329 orang (34,52%), sedangkan pada subjek perempuan 417 orang (42,12%).

 Kebanyakan alasan remaja melakukan hubungan seksual adalah karena pengaruh lingkungan, vcd, buku dan film porno yaitu: pada subjek laki-laki sebanyak 389 orang (29,07%), sedangkan pada subjek perempuan 444 orang (31,11%). Alasan karena kemajuan jaman dan biar gaul, subjek laki-laki 113 orang (8,44%), pada subjek perempuan 99 orang (6,94%).
   "taufik"

Senin, 07 Maret 2011

Psikologi Perkembangan Remaja



  Masa perkembangan remaja dimulai dengan masa puber, yaitu umur kurang lebih antara 12-14 thn. masa puber atau masa permulaan remaja adalah suatu masa saat perkembangan fisik dan intelektual berkembang sangat cepat. pertengahan masa remaja adalah masa yang lebih stabil untuk menyusuaikan diri dan berintraksi dengan perubahan permulaan remaja, kira-kira umur 14-16 thn. remaja akhir yang kira-kira berumur 18 thn -20 thn ditandai dengan transisi untuk mulai bertanggung jawab,membuat pilihan dan berkesempatan untuk mulai menjadi dewasa.

Menurut PIAGET Perkembangan KOGNITIF ANAK dikelompokkan dalam 4 tahapan:
1. Sensori Motor (usia 0-2 tahun)
Dalam tahap ini perkembangan panca indra sangat berpengaruh dalam diri anak.
Keinginan terbesarnya adalah keinginan untuk menyentuh/memegang, karena didorong oleh keinginan untuk mengetahui reaksi dari perbuatannya.
Dalam usia ini mereka belum mengerti akan motivasi dan senjata terbesarnya adalah 'menangis'.
Menyampaikan cerita/berita Injil pada anak usia ini tidak dapat hanya sekedar dengan menggunakan gambar sebagai alat peraga, melainkan harus dengan sesuatu yang bergerak (panggung boneka akan sangat membantu).

2. Pra-operasional (usia 2-7 tahun)
Pada usia ini anak menjadi 'egosentris', sehingga berkesan 'pelit', karena ia tidak bisa melihat dari sudut pandang orang lain. Anak tersebut juga memiliki kecenderungan untuk meniru orang di sekelilingnya. Meskipun pada saat berusia 6-7 tahun mereka sudah mulai mengerti motivasi, namun mereka tidak mengerti cara berpikir yang sistematis - rumit.
Dalam menyampaikan cerita harus ada alat peraga.

3. Operasional Kongkrit (usia 7-11 tahun)
Saat ini anak mulai meninggalkan 'egosentris'-nya dan dapat bermain dalam kelompok dengan aturan kelompok (bekerja sama). Anak sudah dapat dimotivasi dan mengerti hal-hal yang sistematis.
Namun dalam menyampaikan berita Injil harus diperhatikan penggunaan bahasa.
Misalnya: Analogi 'hidup kekal' - diangkat menjadi anak-anak Tuhan dengan konsep keluarga yang mampu mereka pahami.

4. Operasional Formal (usia 11 tahun ke atas) 
 Pengajaran pada anak pra-remaja ini menjadi sedikit lebih mudah, karena mereka sudah mengerti konsep dan dapat berpikir, baik secara konkrit maupun abstrak, sehingga tidak perlu menggunakan alat peraga.

Ada kesulitan baru yang dihadapi guru saat memfasilitasi peserta didik, sehingga guru harus menyediakan waktu lebih banyak agar dapat memahami terjadinya perubahan dalam proses perkembangan yang sedang dihadapi peserta didik, terutama ketika memasuki usia pubertas.
Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi pertama pada remaja putri atau pun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi.
Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis hormon (gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu: 1) Follicle-Stimulating Hormone (FSH); dan 2). Luteinizing Hormone (LH). Pada anak perempuan, kedua hormon tersebut merangsang pertumbuhan estrogen dan progesterone: dua jenis hormon kewanitaan. Pada anak lelaki, Luteinizing Hormone yang juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating Hormone (ICSH) merangsang pertumbuhan testosterone. Pertumbuhan secara cepat dari hormon-hormon tersebut di atas merubah sistem biologis seorang anak. Anak perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara mulai berkembang, dll. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, dan fisik lainnya yang berhubungan dengan tumbuhnya hormon testosterone. Bentuk fisik mereka akan berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja.
Remaja adalah mereka yang berusia antara 12 - 21 tahun, yang akan mengalami periode perkembangan fisik dan psikis sebagai berikut :
Masa Pra-pubertas (12 - 13 tahun)
Masa pra-puberta19 - 21 tahun)
Masa pra-pubertas (12 - 13 tahun)
 Masa ini disebut juga masa pueral, yaitu masa peralihan dari kanak-kanak ke remaja. Pada anak perempuan, masa ini lebih singkat dibandingkan dengan anak laki-laki. Pada masa ini, terjadi perubahan yang besar pada remaja, yaitu meningkatnya hormon seksualitas dan mulai berkembangnya organ- organ seksual serta organ-organ reproduksi remaja.

Pada fase Remaja, terjadi perkembangan intelektual yang sangat pesat, sehingga seringkali remaja-remaja ini cenderung bersikap suka mengkritik (karena merasa tahu segalanya), yang sering diwujudkan dalam bentuk pembangkangan ataupun pembantahan terhadap orang tua, mulai menyukai orang dewasa yang dianggapnya baik, serta menjadikannya sebagai "hero" atau pujaannya. Perilaku ini akan diikuti dengan meniru segala yang dilakukan oleh pujaannya, seperti model rambut, gaya bicara, sampai dengan kebiasaan hidup pujaan tersebut.Ekspresi ini menunjukkan pula terjadinya proses erosi percaya diri, namun bisa pula terjadi perkembangan positif seperti meningkatnya rasa percaya diri.

Selain itu, pada masa ini remaja juga cenderung lebih berani mengutarakan keinginan hatinya, lebih berani mengemukakan pendapatnya, bahkan akan mempertahankan pendapatnya sekuat mungkin. Hal ini yang sering ditanggapi oleh orang tua sebagai pembangkangan. Remaja tidak ingin diperlakukan sebagai anak kecil lagi. Mereka lebih senang bergaul dengan kelompok yang dianggapnya sesuai dengan kesenangannya. Mereka juga semakin berani menentang tradisi orang tua yang dianggapnya kuno dan tidak/kurang berguna, maupun peraturan-peraturan yang menurut mereka tidak beralasan, seperti tidak boleh mampir ke tempat lain selepas sekolah, dan sebagainya. Mereka akan semakin kehilangan minat untuk bergabung dalam kelompok sosial yang formal, dan cenderung bergabung dengan teman-teman pilihannya. Misalnya, mereka akan memilih main ke tempat teman karibnya daripada bersama keluarga berkunjung ke rumah saudara.

Tapi, pada saat yang sama, mereka juga butuh pertolongan dan bantuan yang selalu siap sedia dari orang tuanya, jika mereka tidak mampu menjelmakan keinginannya. Pada saat ini adalah saat yang kritis. Jika orang tua tidak mampu memenuhi kebutuhan psikisnya untuk mengatasi konflik yang terjadi saat itu, remaja akan mencarinya dari orang lain. Orang tua harus ingat, bahwa masalah yang dihadapi remaja, meskipun bagi orang tua itu merupakan masalah sepele, tetapi bagi remaja itu adalah masalah yang sangat-sangat berat.

Masa pubertas (14 - 16 tahun)
Masa ini disebut juga masa remaja awal, dimana perkembangan fisik mereka begitu menonjol. Remaja sangat cemas akan perkembangan fisiknya, sekaligus bangga bahwa hal itu menunjukkan bahwa ia memang bukan anak-anak lagi. Pada masa ini, emosi remaja menjadi sangat labil akibat dari perkembangan hormon-hormon seksualnya yang begitu pesat. Keinginan seksual juga mulai kuat muncul pada masa ini. Pada remaja wanita ditandai dengan datangnya menstruasi yang pertama, sedangkan pada remaja pris ditandai dengan datangnya mimpi basah yang pertama. Remaja akan merasa bingung dan malu akan hal ini, sehingga orang tua harus mendampinginya serta memberikan pengertian yang baik dan benar tentang seksualitas. Jika hal ini gagal ditangani dengan baik, perkembangan psikis mereka khususnya dalam hal pengenalan diri/gender dan seksualitasnya akan terganggu. Kasus-kasus gay dan lesbi banyak diawali dengan gagalnya perkembangan remaja pada tahap ini.

Di samping itu, remaja mulai mengerti tentang gengsi, penampilan, dan daya tarik seksual. Karena kebingungan mereka ditambah labilnya emosi akibat pengaruh perkembangan seksualitasnya, remaja sukar diselami perasaannya. Kadang mereka bersikap kasar, kadang lembut. Kadang suka melamun, di lain waktu dia begitu ceria. Perasaan sosial remaja di masa ini semakin kuat, dan mereka bergabung dengan kelompok yang disukainya dan membuat peraturan-peraturan dengan pikirannya sendiri.

Masa akhir pubertas (17 - 18 tahun)
Pada masa ini, remaja yang mampu melewati masa sebelumnya dengan baik, akan dapat menerima kodratnya, baik sebagai laki-laki maupun perempuan. Mereka juga bangga karena tubuh mereka dianggap menentukan harga diri mereka. Masa ini berlangsung sangat singkat. Pada remaja putri, masa ini berlangsung lebih singkat daripada remaja pria, sehingga proses kedewasaan remaja putri lebih cepat dicapai dibandingkan remaja pria. Umumnya kematangan fisik dan seksualitas mereka sudah tercapai sepenuhnya. Namun kematangan psikologis belum tercapai sepenuhnya.

Periode remaja Adolesen (19 - 21 tahun)
Pada periode ini umumnya remaja sudah mencapai kematangan yang sempurna, baik segi fisik, emosi, maupun psikisnya. Mereka akan mempelajari berbagai macam hal yang abstrak dan mulai memperjuangkan suatu idealisme yang didapat dari pikiran mereka. Mereka mulai menyadari bahwa mengkritik itu lebih mudah daripada menjalaninya. Sikapnya terhadap kehidupan mulai terlihat jelas, seperti cita-citanya, minatnya, bakatnya, dan sebagainya. Arah kehidupannya serta sifat-sifat yang menonjol akan terlihat jelas pada fase ini.

Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani proses-proses perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada masa kanak-kanaknya. Masa kanak-kanak dan masa remaja berlangsung begitu singkat, dengan perkembangan fisik, psikis, dan emosi yang begitu cepat. Secara psikologis, kenakalan remaja merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak maupun remaja para pelakunya. Seringkali didapati bahwa ada trauma dalam masa lalunya, perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari lingkungannya, maupun trauma terhadap kondisi lingkungan, seperti kondisi ekonomi yang membuatnya merasa rendah diri, dan sebagainya.

Mengatasi kenakalan remaja, berarti menata kembali emosi remaja yang tercabik-cabik itu. Emosi dan perasaan mereka rusak karena merasa ditolak oleh keluarga, orang tua, teman-teman, maupun lingkungannya sejak kecil, dan gagalnya proses perkembangan jiwa remaja tersebut. Trauma-trauma dalam hidupnya harus diselesaikan, konflik-konflik psikologis yang menggantung harus diselesaikan, dan mereka harus diberi lingkungan yang berbeda dari lingkungan sebelumnya.

Para pembimbing Remaja dan Guru, diharapkan memahami masalah perkembangan remaja secara utuh, sehingga mampu memberikan bantuan yang sekaligus berperan sebagai solusi bagi masalah yang sedang dihadapinya .

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More