Jumat, 01 April 2011

KONDOM SEBAGAI PENCEGAH HIV/ AIDS



Home Berita Berita UtamaCATATAN KESEHATAN
Sebagai Alat Kontrasepsi Kondom Juga Mencegah HIV/AIDS
OlehSyaiful W. Harahap
KASUS HIV dan AIDS yang terus terdeteksi di negeri ini men-dorong kalangan yang
peduli me-mikirkan upaya untuk mencegah penyebaran HIV, khususnya melalui
hubungan seks, secara konkret. Angka resmi yang dike-luarkan oleh Depkes RI sampai
30 Juni 2009 adalah 17.699 kasus AIDS. Dari jumlah itu ternyata 48,8 persen tertular
melalui hubungan seks.
Estimasi kasus antara 90.000 – 120.000. Untuk itulah pencegahan melalaui hubungan
seks menjadi salah satu prioritas utama dalam penanggulangan epidemi HIV di
Indonesia.Apakah ada negara yang berhasil menurunkan infeksi HIV melalui hubungan
seks? Thailand berhasil menurunkan insiden kasus infeksi HIV baru melalui hubungan
seks di kalangan dewasa. Jika di tahun 1991 kasus infeksi HIV baru terdeteksi 142.819,
maka di tahun 2003 kasus baru yang terdeteksi 23.676. Ini artinya terjadi penurunan
83,42 persen.
Apa yang dilakukan Thailand untuk menurunkan kasus infeksi HIV? Thailand
menjalankan program wajib memakai kondom 100 persen pada hubungan seks di
lingkungan industri seks, seperti lokalisasi pelacuran dan rumah bordir sejak tahun 1989.
KONSUMSI KONDOM
Program itu memaksa laki-laki memakai kondom pada hubungan seks yang berisiko,
yaitu hubungan seks dengan pekerja seks komersial (PSK). Kalau di awal program
pemakaian kondom secara nasional di Thailand hanya 14 persen, maka pada tahun 1992
meningkat menjadi 90 persen. Sedangkan di Indonesia diperkirakan ada 3,3 juta laki-laki
yang menjadi pelanggan PSK, tapi hanya 1,3 persen dari mereka yang memakai kondom
pada saat melakukan hubungan seks dengan PSK.
Diperkirakan penggunaan kondom yang meningkat di Thailand mencegah lima juta
infeksi HIV baru. Kasus IMS (infeksi menular seksual, seperti GO, sifilis, klamidia, dll.)
di Thailand juga turun berkat peningkatan pemakaian kondom di industri seks dari
400.000 kasus/tahun menjadi di bawah 15.000 kasus/tahun sejak tahun 2000.
Kontrol ketaatan terhadap pemakaian kondom dilakukan melalui survailans tes IMS rutin
terhadap PSK. Jika ada PSK yang terdeteksi mengidap IMS maka itu membuktikan ada
laki-laki yang tidak memakai kondom ketika melakukan hubungan seks dengan PSK.
Ada sanksi untuk pengelola lokalisasi atau rumah bordir mulai dari peringatan sampai
penutupan usaha.
Keengganan memakai kondom pada hubungan seks berisiko dapat dilihat dari kasus
infeksi HIV yang tinggi. Ini terjadi di Cina. Penelitian Durex (2003) menunjukkan 70
1
persen laki-laki tidak memakai kondom pada hubungan seks berisiko. Maka, jangan
heran kalau kemudian kasus HIV/AIDS di Cina terbesar kedua di Asia setelah India.
Sedangkan di Prancis hanya sembilan persen laki-laki yang enggan memakai kondom.
Sedangkan di Jepang 70 persen laki-laki memakai kondom sebagai alat kontrasepsi.
Kebiasaan laki-laki di Negeri Mata Hari Terbit ini pun membuat kasus HIV/AIDS di
Negeri Sakura itu kecil. Di Indonesia dari 50 juta peserta Keluarga Berencana (KB)
hanya 0,9 persen yang menggunakan kondom. Maka, tidak mengherankan kalau
kemudian kasus infeksi HIV mulai banyak dideteksi di kalangan ibu-ibu rumah tangga.
Fakta yang menunjukkan penurunan risiko terinfeksi HIV melalui hubungan seks jika
memakai kondom mendorong banyak orang di beberapa negara untuk memakai kondom
pada hubungan seks berisiko.
Kesadaran ini meningkatkan penjualan kondom. Dengan penduduk 90 juta jiwa Thailand
menghabiskan 200 juta kondom/tahun (2,2 kondom per kapita/tahun), sedangkan di
Malaysia dengan jumlah penduduk 30 juta jiwa terjual 100 juta kondom/tahun (3,3
kondom per kapita/tahun). Sedangkan di Indonesia dengan jumlah penduduk 230 juta
jiwa ’konsumsi’ kondom hanya 100 juta/tahun (0,43 konom per kapita/tahun). Program
wajib kondom 100 persen itu kemudian diterapkan pula oleh Kamboja, Vietnam, Cina,
Myanmar, Filipina, Mongolia, dan Republik Laos.
Mengapa tingkat pemakaian kondom untuk mencegah HIV dan alat kontrasepsi di
Indonesia sangat rendah? Selama ini ada mitos (angapan yang salah) yang berkembang di
masyarakat yang mengait-ngaitkan kondom dengan zina dan pelacuran. Akibatnya,
pasangan suami-istri enggan memakai kondom. Selain itu ada pula mitos yang
menyebutkan kondom berpori-pori. Kondom yang berpori-pori adalah kondom yang
terbuat dari usus binatang dan tidak dipasarkan di Indonesia. Sedangkan kondom yang
beredar di Indonesia terbuat dari getah lateks sehingga tidak ada berpori-pori.
Ketika program penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia mengedepankan kondom
sebagai salah satu alat mencegah penularan HIV mulailah muncul penolakan besar-
besaran dari berbagai kalangan. Protes keras kembali berkumandang ketika kondom
dipromosikan sebagai alat untuk mencegah penularan HIV pada hubungan seks berisiko,
dalam bahasa moral zina atau pelacuran. Target sosialisasi kondom itu pas dan realistis.
Tapi, karena selama ini masyarakat sudah dijejali dengan informasi HIV/AIDS yang
ngawur (dikait-kaitkan dengan norma, moral, dan agama) sehingga yang dipahami
masyarakat luas hanya mitos tentang HIV/AIDS. Akibatnya, yang muncul justru protes
terhadap promosi kondom sebagai alat untuk mencegah penularan HIV.
LEDAKAN PENDUDUK
Promosi kondom itu pun ternyata diadopsi dari program nasional penanggulangan
HIV/AIDS Thailand. Dalam program penanggulangan AIDS yang komprehensif di
Thailand ternyata promosi kondom itu merupakan program terakhir. Thailand
menjalankan program penanggulangan terpadu yang dijalankan secara konsisten. Dimulai
2
dengan penyebarluasan informasi HIV/AIDS yang akurat melalui media massa secara
terus-menerus yang diikuti dengan program lain secara bersamaan.
Sedangkan di Indonesia program terakhir di Thailand itu dijadikan program utama di saat
masyarakat belum memahami cara-cara penanggulangan epidemi HIV secara akurat.
Penyebarluasan informasi HIV/AIDS yang akurat pun tidak dilakukan secara konsisten
melalui media massa. Begitu pula program lain juga dijalankan secara parsial dan tidak
terpadu.
Program-program penanggulangan HIV/AIDS yang dijalankan di Indonesia selalu
diwanti-wanti agar memperhatikan norma, budaya dan agama. Padahal, pencegahan HIV
merupakan fakta medis yang realistis yang tidak ada kaitannya secara langsung dengan
norma, budaya dan agama. Penularan HIV melalui hubungan seks dapat terjadi di dalam
atau di luar nikah jika salah satu HIV-positif dan laki-laki tidak memakai kondom. Ini
fakta. Tapi, karena selama ini informasi tidak akurat maka yang diketahui masyarakat
secara luas adalah HIV menular melalui zina, pelacuran, ’jajan’, selingkuh, seks
menyimpang, dan homoseksual maka sosialisasi kondom pun dikhawatirkan akan
mendorong orang untuk berzina, melacur, ’jajan’, selingkuh, seks menyimpang, dan
homoseksual.
Di Thailand sasaran program wajib kondom 100 persen sangat jelas yaitu laki-laki
dewasa yang melakukan hubungan seks dengan PSK di lingkungan industri seks. Nah,
ketika program itu ’dijalankan’ di Indonesia, al. melalui peraturan daerah (Perda),
hasilnya tidak efektif karena sasarannya tidak jelas dan mekanisme kontrolnya pun tidak
akurat. Selain itu muncul pula gelombang penolakan yang sangat kuat. Soalnya, di
Indonesia tidak ada lokasi pelacuran yang ’resmi’ sehingga orang beranggapan
memasyaratkan kondom berarti ’menyuruh’ orang berzina atau melacur. Promosi
kondom juga dianggap sebagai legalisasi pelacuran.
Biar pun anggapan itu tidak benar karena laki-laki ‘hidung belang’ justru enggan
memakai kondom, tapi penolakan kian keras karena kondom dipromosikan secara umum
kepada masyarakat luas tanpa sasaran yang jelas. Begitu pula ketika ‘ATM Kondom’
mulai dioperasikan sebagai upaya mendekatkan alat pencegahan kepada masyarakat
muncul protes yang sangat keras dengan membawa-bawa moral dan agama.
Ketika lokalisasi pelacuran ditutup di negeri ini muncullah anggapan yang moralistik
bahwa negeri ini bersih dari maksiat (baca: pelacuran, zina). Padahal, secara empiris
praktek pelacuran terus terjadi kapan saja (siang dan malam) dan di mana saja (rumah,
losmen, hotel, dll.). Kegiatan yang luput dari perhatian inilah yang kemudian menjadi
pemicu penyebaran HIV secara horizontal.
Salah satu bukti bahwa biar pun tidak ada lokalisasi pelacuran tapi tetap terjadi praktek
pelacuran dapat dilihat dari jumlah ibu-ibu rumah tangga yang terdeteksi tertular HIV. Ini
menunjukkan suami mereka melakukan hubungan seks berisiko dengan pasangan seks
mereka yang lain, seperti PSK atau selingkuhan.
3

Karena kondom merupakan alat yang berfungsi ganda yaitu sebagai alat kontrasepsi dan
mencegah penularan IMS dan HIV maka akan lebih baik kalau program KB secara
nasional mengedepankan kondom untuk kontrasepsi. Soalnya, tanpa KB Indonesia akan
mengalami ledakan jumlah penduduk, dikenal sebagai baby booming. Tanpa KB jumlah
penduduk di tahun 2015 mencapai 247,5 juta, tahun 2025 melonjak menjadi 273 juta.
Jumlah penduduk yang besar ini akan berdampak terhadap pengeluaran pemerintah untuk
beras, pendidikan dasar, imunisasi, kesehatan, dll. yang akan menyedot anggaran belanja
negara. Pengeluaran negara akan bertambah untuk membeli obat antiretroviral (ARV)
jika banyak penduduk yang tertular HIV.
Maka, dengan memakai kondom sebagai alat kontrasepsi angka kelahiran dapat ditekan
sekaligus juga mencegah penularan IMS dan HIV.(penulis, koresponden khusus
kesehatan SKH Swara Kita di Jakarta)
[Sumber: Harian “Swara Kita”, Manado, Rabu, 25 November 2009]
4


2 komentar:

Dr Itua cure my HIV, I have been a ARV Consumption for 10 years. i have been in pains until i came across Dr Itua on blogs site.I emailed him about my details of my HIV and my location i explained every thing to him and he told me that there is nothing to be scared of that he will cured me, he gave me guarantee,He ask me to pay for items fees so when i'm cured I will show gratitude I did and giving testimony of his healing herbs is what I'm going to do for the rest of you out there having HIV and other disease can see the good work of Dr Itua.I received his herbal medicine through EMS Courier service who delivered to my post office within 5 working days.Dr Itua is an honest man and I appreciate him for his good work.My GrandMa called him to appreciate him and rest of my friends did too,Is a joy to me that I'm free of taking Pills and having that fat belle is a nightmare.you will understand what i'm talking about if you have same problem I was having then not now though.I'm free and healthy Big Thanks To Dr Itua Herbal Center.I have his calendar too that he recently sent me,He Cure all kind disease Like,Cancer,Herpes,Hiv,Hepatitis B,Fibroid,Diabetes,Dercum,Copd ,and also Bring back Ex Lover Back..Here his Contact .drituaherbalcenter@gmail.com Or Whats_app Number +2348149277967

But Dr. Itua, Traditional Herbal Practitioner in Africa, Have cured for HIV which is extracted from some rare herbals. It is highly potential to cure AIDS 100% without any residue. Dr Itua herbal medicine has already passed various blogs on how he use his powerful herbals to heal all kind of diseases such as. Herpes, HIV, Diabetes, Hepatitis, Epilepsy, also his herbal boost immune system as well. I'm telling this because he uses his herbal medicine to cure me from hepatitis B and HIV, which i have being living for 9 months now with no side effect. The Herbal Medicine is just as good when drinking it although i have to use rest room after drinking it which I do not really care about because i just want to get the virus out of my body, I will recommend Dr Itua to anyone sick out here to contact Dr Itua with this following information.
Email...drituaherbalcenter@gmail.com
Whatsapp Or Call...+2348149277967.
He might be late to respond because he always busy with patent, but he will surely get back to you with positive response.

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More